Minggu, 18 Juli 2010

Konsep Hidup AlQur'an

Konsep hidup AlQur'an mungkin memiliki daya tarik
tertentu dan pertautan yang logis. Tetapi, kita tidak
boleh menerimanya secara sentimentil. Pemikiran bahwa
bertambahnya kebaikan menimbulkan kedamaian dan
kesehatan batin, dan bahwa kebaikan memperbesar
keindahan yang kekal bagi kehidupan, mudah untuk
diakui. Bahwa kebaikan juga memungkinkan untuk
menerima dan merasakan sifat-sifat Tuhan yang tidak
terbatas sampai dengan derajat yang selalu bertambah
besar juga adalah masuk akal. Namun begitu, apakah
tidak ada masalah yang nyata dan mencolok dalam konsep
hidup ini? Apakah rencana ilahiah ini tidak mengandung
inefisiensi yang mencolok? Mengapa Tuhan tidak saja
langsung menciptakan manusia dengan
kebajikan-kebajikan ini dari permulaannya? Mengapa Dia
tidak memprogramkan rahmat, kebenaran, kasih sayang,
kebaikan, dan lainnya dalam diri kita dan
menghindarkan tahapan duniawi ini dalam eksistensi
kita? Dengan demikian, kita tidak pernah melampaui
pertanyaan para malaikat, dan cukup bertanya: Mengapa
tidak menciptakan manusia sebagai mahluk yang lebih
mulia lagi, mahluk seperti para malaikat?

Untuk dapat menjawab ini, tengoklah diri kita sendiri.
Kebaikan tidak bisa eksis pada seorang mahluk
ditataran yang sangat tinggi jika ia begitu saja
diprogramkan ke dalam mahluk itu. Kebaikan, jika
diprogramkan, bukanlah kebaikan sejati sebagaimana
yang kita pahami, melainkan sesuatu yang lain. Kita
dapat memprogram komputer supaya selalu benar, tetapi
ktia tidak bisa mengatakannya sebagai komputr yang
benar. Kita tidak menganggap statoskop sebagai
penyayang meskipun ia membantu orang sakit. AlQur'an
menghadirkan para malaikat sebagai mahluk tanpa
kehendak bebas, tetapi manusia mampu bangkit sampai
pada ketinggian yang jauh melampaui mereka atau
tenggelam dalam kerendahan yang jauh dibawah mereka.

Kebaikan adalah konsep yang abstrak dan sulit
didefinisikan. Namun supaya kebaikan itu bisa
bertambah, paling tidak dibutuhkan tiga hal:
1. Kehendak bebas atau kemampuan untuk memilih
2. Intelek, sehingga membuat manusia bisa menimbang
konsekwensi dari pilihannya dan mengambil pelajaran
darinya
3. Penderitaan dan kesulitan.

AlQur'an sungguh-sungguh menekankan ketiga aspek itu
ketika membahas evolusi spiritual manusia. Misalnya,
bertambah sifat kasih tidak mungkin tanpa melalui
pengalaman menderita. Sifat ini menuntut juga adanya
pilihan: kemampuan untuk memilih mengulurkan tangan
kepada seseorang yang sedang membutuhkan atau
mengabaikannya. Intelek penting agar orang mampu
menilai seberapa besar dirinya akan terlibat dalam
menunjukkan rasa kasih sayang kepada orang yang
menderita. Demikian pula halnya sikap jujur, ia
melibatkan pilihan dari yang bersangkutan untuk tidak
berdusta dan merasa mulia ketika menyatakan kebenaran
yang mungkin mengakibatkan kerugian dan penderitaan
diri, akibat mana dapat diprediksi melalui pikirannya.

meski hasil dari copas..
semoga bermanfaat..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar